Sabtu, 23 November 2013

Konflik Yang Terjadi di Dalam Bisnis



Konflik Yang Terjadi di Dalam Bisnis
Konflik berasal dari kata kerja Latin, Configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok), dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Faktor penyebab konflik ada beberapa macam, yaitu:
  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Akibat Konflik:
  • Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Konflik dalam masyarakat dunia sangatlah beragam, mulai dari konflik agama, politik, sosial, bisnis, dll.
Jenis-jenis konflik:
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.
  • konflik individu dengan kelompok
Dari penjabaran teori – teori diatas, saya akan mengambil contoh kasus konflik yang terjadi antara saya sendiri sebagai konsumen dengan shopping online yang saya beli. Sebut saja Shopping online itu bernama “X”. Sewaktu itu saya memesan barang dengan “X”, karena barang tersebut kebetulan bukan untuk saya sendiri yang memakainya maka saya kirim barang yang saya pesan ke alamat yang dituju (atau biasa disebut dropship). Memang disaat itu kesalahn ada di teman saya yang membeli barang itu, hampir seminggu barang yang dibeli tidak kunjung datang ke alamat tujuan. Ternyata setelah saya cek ke website pengiriman terkait ternyata alamat yang diberikan tidak sesuai. Lantas saya langsung menghubungi “X” untuk memperbaiki alamat yang dimaksud. Tetapi tanggapan dia agak sedikit tidak mengenakkan, dia membalasnya dengan perkataan “mangkanya besok-besok kalau mau kirim tolong dicek lagi alamat serta nomer telfonnya yang benar”. Sontak saya terkejut, dan hanya bisa meminta maaf karna kesalahan ada di teman saya. Untungnya dia keesokan harinya membenarkan alamat serta no telfon yang dimaksud. Dan akhirnya paket itupun sampai, dan saya terbebas dari penipuan.
            Contoh kasus berikutnya terjadi dengan teman saya sendiri, beliau juga sama membeli barang atau obat pemutih badan. Dari awal si penjual sangat ramah dan sopan, dengan begitu sangat meyakinkan teman saya untuk segera mentransfer sejumlah uang yang dimaksud agar cepat sampai barang yang diinginkannya. Tetapi na’asnya, setelah teman saya mentransfer sejumlah uang yang harus dibayarkan contact bbm teman saya di hapus tanpa ada kabar sebelumnya, dan beliau langsung menegaskan kalau dia di tipu dengan shopping online tersebut.
Dari contoh kasus diatas konflik yang terjadi akibat perbedaan – perbedaan diatas yang sudah dijelaskan. Terlepas dari bentuk konflik yang terjadi, di dalam etika bisnis setiap konflik pastinya bisa diatasi. Cara mengatasi konflik yang terjadi diatas mungkin dengan cara media yang lebih diperhatikan, karena masalah terbesar dalam dunia kerja dan bisnis adalah masalah manusianya, baik dari persepsi, ucapan dan tindakannya. Faktor manusia inilah yang biasanya akan memicu perbedaan. Perbedaan itulah yang berujung kepada konflik. Baiknya untuk para pemilik Shopping online untuk memberikan sikap yang ramah dan sopan kepada konsumen dan tetap jaga kepercayaan mereka, karna sejatinya konsumen yang puas akan selalu mempromosikan usaha anda dari mulut ke mulut dan hal yang akan diuntungkan adalah bisnis anda sendiri.


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik

Senin, 11 November 2013

dampak negatif perusahaan berkaitan dengan etika bisnis



Dampak Negatif PT. Freeport Indonesia 

Teori :

 

Etika bisnis perusahhan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki dsaya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai yang tinggi,diperlukan suatu landasan yang kokoh. bila sebuah perusahaan tidak menjalankan etika bisnisnya dengan baik dampak negatifnya tentu banyak sekali yakni akan berakibat bangkrut dan tidak ada pelanggan yang akan percaya kepada prodak/jasa yang perusahaan jalankan serta jeleknya image perusahaan. Maka sebab itu untuk menanggulangi dampak negative perusahaan harus menerapka CSR ( Coorporate Social Responsibility) yaitu suatu konsep organisasi khususnya perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Kasus:
            Dampak Negatif Kontrak Karya Freeport Yang Merugikan Negara 10.000 Triliun Per Triwulan Freeport masuk ke Indonesia dengan fasilitas Presiden Soeharto. Penguasa orde baru itu membuat kontrak karya atau persetujuan pada tahun 1967 dengan perusahaan Amerika Serikat untuk menggarap tambang emas yang berada di Irian Jaya (sekarang Papua). Kontrak karya dengan Freeport pada tahun 1967 yang ditanda tangani pemerintah di bawah kekuasaan Presiden Suharto itu bisa dipertanyakan keabsahannya, mengingat antara tahun 1963 sampai 1969, Irian Barat (ketika itu) sedang menjadi daerah perselisihan internasional (international dispute region). Apa yang telah dikerjakan oleh pemerintahan Orde Baru dan diteruskan oleh pemerintahan sesudahnya, hingga pemerintahan SBY, nyata-nyata bertentangan dengan tujuan Trikora Presiden Soekarno, yakni untuk membebaskan Papua dari penjajahan dan menyatukannya dengan RI. Selama 44 tahun, PT Freeport menggarap tambang emas di tanah Papua dengan hanya memberikan secuil saham ke pihak Indonesia. Tentu saja, ini tidak sebanding dengan keuntungan yang diraup Freeport. Gencarnya perlawanan masyarakat Papua dan tajamnya kritik berbagai kalangan di Indonesia mengenai Freeport mengharuskan pemerintah SBY mengambil tindakan yang mendasar. Tentu saja untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun oleh Orde Baru. Perlakuan yang lebih adil bagi kepentingan masyarakat Papua adalah kunci penyelesaian masalah yang semakin rumit ini. Untuk itu, pemerintah SBY harus berani memaksakan peninjauan kembali kontrak karya dengan Freeport, sehingga kehadirannya di Papua betul-betul ikut mendatangkan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat Papua dan juga bagi negara dan rakyat Indonesia lainnya.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, potensi kerugian negara dari kontrak karya pertambangan dengan PT. Freeport diperkirakan mencapai Rp 10.000 triliun. Marwan mengklaim, PT. Freeport selama ini hanya membayar royalti sebesar 1 persen. Padahal, sesuai aturan PT. Freeport harus membayar royalti kepada pemerintah sebesar 3 persen. Selain itu, ada dugaan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah terlalu kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan tambang Amerika itu. “Jadi, kita tidak bicara royalti saja, yang paling penting adalah pajaknya, benar tidak? Karena pajak itu kan dihitung dari laba. Pajak itu dari keuntungan, bukan pendapatan, kalau keuntungan artinya sudah dipotong biaya operasional. Kalau biaya operasionalnya mereka tinggi-tinggikan, gaji direktur orang Amerika misalnya 1 juta dolar per tahun, kita tidak bisa apa-apa. Nah itulah yang kita dapat selama ini,” ujarnya di Jakarta. Marwan Batubara menambahkan, kontrak karya pertambangan dengan PT Freeport merupakan salah satu kontrak karya yang merugikan Indonesia. Karena itu, penerintah harus bernegosiasi ulang kontrak karya tersebut. Salah satu poin penting yang harus dimasukkan dalam negosiasi ulang adalah penempatan wakil dari pemerintah Indonesia sebagai salah satu direktur. Posisi ini penting agar Indonesia tidak selalu dirugikan dalam setiap kebijakan yang diambil PT. Freeport. Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Chandra Tirta Wijaya mengatakan penerimaan PT Freeport Indonesia yang mengoperasikan tambangnya di Tembagapura, Papua masih tiga kali lipat lebih besar daripada penerimaan pemerintah melalui pajak, royalti,  dan dividen yang diberikan PT Freeport selama ini. “Penerimaan pemerintah dari pajak, royalti, dan dividen PT. Freeport jauh lebih rendah dari yang diperoleh PT. Freeport,” kata Chandra di gedung DPR. Menurutnya, sejak tahun 1996 pemerintah Indonesia hanya menerima 479 juta dolar AS, sedangkan Freeport menerima 1,5 miliar dolar AS. Kemudian, di tahun 2005, pemerintah hanya menerima 1,1 miliar dolar AS. Sedangkan pendapatan Freeport (sebelum pajak) sudah mencapai 4,1 miliar dolar AS. Chandra menjelaskan, PT. Freeport sejauh ini hanya memberikan royalty bagi pemerintah senilai 1 persen untuk emas, dan 1,5% - 3,5% untuk tembaga. Royalti ini jelas jauh lebih rendah dari negara lain yang biasanya memberlakukan 6% untuk tembaga dan 5% untuk emas dan perak.
Kisruh Papua yang berkepanjangan, diduga sangat terkait dengan penolakan PT Freeport Indonesia terhadap proposal renegosiasi kontrak karya pertambangan. Intinya, Berdasarkan rumor yang berkembang belakangan ini ada sekitar tiga perusahaan tambang yang tidak setuju renegosiasi kontrak karya, diantaranya PT Freeport Indonesia. Seperti diketahui, saat ini PT Freeport Indonesia hanya menyetor royalti 1% saja kepada pemerintah Indonesia. Padahal berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku adalah 3,75%. Tentu saja pemerintah mengusulkan renegosiasi. Dan sebab itu kepentingan Freeport merasa terganggu. Yang jelas perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS), Freeport- McMoran, sudah mengumumkan kondisi force majeure untuk pengapalan produk pertambangan dari tambang emas dan tembaga di Indonesia. Pengumuman kondisi force majeure itu, berarti Freeport bisa menghindari denda biasanya karena gagal memenuhi kewajiban sesuai kontrak. Masalah kerusuhan di Freeport sangat dimungkinkan juga tidak jauh dari modus untuk memenangkan renegosiasi oleh Freeport. Pola-pola kisruh di Papua selalu berulang dan memiliki modus. Beberapa periode ini, terjadi upaya melakukan perbaikan renegosiasi kontrak dengan Freeport. Tapi pada saat yang bersamaan muncul huru-hara seperti sekarang. Ada penembakan-penembakan. Munculnya masalah- masalah di Papua tak bisa dilepaskan begitu saja. Apalagi ketika terkait renegosiasi seperti sekarang ini, peristiwa kisruh muncul.
Analisis :
Tentu saja dari uraian artikel diatas sangat jauh dari etika bisnis yang diharapkan, baik untuk masyarakat papua tersendiri, maupun Negara Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa PT.Freeport Indonesia tidak melakukan tingkah laku etika bisnis yang baik. Mulai dari tidak mau merenegosiasi masalah kontrak karya antara Freeport dengan Indonesia, membayarkan royalty kurang dari standart yang dibayarkannya, mebuat risuh keamanan di papua, dan masyarakat papua hidup tidak sejahtera. Sebagai pengingat sejarah kontrak karya 1936 – Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’. 1960 – Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’. 1967 – Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak mulai beroperasi tahun 1973. 1988 – Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang. 1991 – Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi akan berakhir di tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x10 tahun (sampai tahun 2041). Bayangkan mau menjadi apa tanah papua kita bahkan Indonesia memberikan begitu banyak hasil kekayaan untuk Negara lain sedangkan daerah Negaranya sendiri belum sejahtera dalam hidupnya.

Sumber: